Categories
BUDAYA RENCANA

Menunggu bayang-bayang tumbuh di perut malam

Seperti esak matahari yang tak sempat menjadi air mata, kulihat sejelata lidah lemas dalam liur sendiri. Karam dalam tekak sendiri. Teriak yang sempat membutirkan bahasa, disambar kasar kuku-kuku dari angkasa. Senja itu kumimpi—mimpi sehabis seribusatu malam—tangan-tangan lesu tertanggal dari tubuh-tubuh kaku, merangkak perlahan dalam gelumang selut, mengheret tulang-tulang runcing dari rusuk-rusuk reput. Mata mereka menunggu bayang-bayang tumbuh di perut malam. Tik tik tik.

Pagi esoknya kusaksi: kepala seorang pembesar berdebu di kaki pasar.

 

Syafiq Ghazali